Minggu, 25 Mei 2008

KEBIJAKAN UMUM 2008/2009

KEBIJAKAN UMUM
KETUA UMUM HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG SURABAYA
KOMISARIAT PERKAPALAN SEPULUH NOPEMBER
DI SEKBER HMI SN
TANGGAL, 05 MEI 2008
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu Alaikum Wr.Wb.

Rekan – rekan kader HMI yang saya cintai
Pertama tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan kepada kita semua untuk dapat hadir pada Rapat Kerja Pengurus HMI Komisariat Perkapalan Sepuluh Nopember di malam hari yang berbahagia ini.

Perjuangan organisasi dan karya – karya organisasi sebelumnya telah kita laksanakan dan telah kita sukseskan ke dalam satu kepengurusan baru untuk kelangsungan organisasi HMI ke depan. Semua ini tentunya tidak terlepas dari perjuangan seluruh kader – kader HMI baik yang saat ini aktif sebagai pengurus maupun rekan – rekan yang sekarang menjadi anggota HMI dan aktif di luar lingkup HMI.

Untuk itu marilah pada kesempatan Rapat Kerja ini kita merenungkan sejenak tentang tujuan kita sebagai kader HMI dan untuk apa HMI itu ada. Apalagi yang bisa secara intensif kita perbuat dengan HMI, yang kian lama tambah meredup, hingga dapat suatu manfaat yang besar untuk kemajuan bangsa dan negara, minimal lingkungan dimana kita hidup.

Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Apabila kita sejenak melihat kondisi keangsaan saat ini, maka kita pasti akan bertanya dari mana kita dapat menyelesaikan masalah kebangsaan kita, dan apa sebenarnya sebab peramsalahannya. Sungguh, ini perlu kita ketahui dan pahami sebab bagaimanapun juga hal ini sejalan dengan tujuan HMI, terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhloi Allah SWT.

Dalam teori modernisasi dijelaskan bahwa kemiskinan suatu negara berpangkal pada persoalan internal negara bersangkutan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penganut teori modernisasi memberikan solusi berupa gagasan memodernkan negara tersebut. Modernitas menjadi pilihan utama untuk menjelaskan dan menyelenggarakan pembangunan negara. Sebagian besar kaum terdidik yang berperan dalam wacana pembangunan di Indonesia adalah para lulusan Barat yang berkiblat pada paradigma modernisasi.

Para penganut teori modernisasi bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat universal, yaitu bahwa pemahaman, analisa, perumusan, dan pemecahan masalah suatu negara bisa diterapkan pada negara lain. Artinya kondisi di di negara – negara dapat diterapkan pada negara-negara non-Barat. Keyakinan akan universalitas teori ini kemudian mendapatkan pembenaran ketika Jepang – negara Asia yang hancur-lebur akibat perang – sangat berhasil meniru model pembangunan negara-negara Barat dan Sadar atau tidak sadar pemikiran sebagian kalangan intelektual kita berada dalam frame berpikir modernisasi. Sehingga yang teradi adalah kondisi dalam dalam negeri ditarik pada pemecahan (solusi) yang sudah diterapkan di luar negeri.

Disisi lain, jika kita dekati dengan teori struktural, sebagai alternatif terhadap paradigma modernisasi. Menurutnya, asumsi dasar teori modernisasi bahwa kemiskinan bersumber pada faktor-faktor internal suatu negara itu keliru. Sesungguhnya, kekuatan-kekuatan luar telah menyebabkan suatu negara gagal menjalankan pembangunannya. Teori struktural menegaskan bahwa upaya pemberantasan kemiskinan dan pembangunan negara di Dunia Ketiga tidak akan berhasil jika struktur hubungan antara negara-negara maju (Barat) dan negara-negara miskin tidak diubah. Sebab, struktur hubungan itu tidaklah sejajar, karena negara-negara maju cenderung bersifat hegemonik dan eksploitatif terhadap mitra-mitranya yang lebih lemah.

Inti teori strutural adalah bahwa sebab utama kemiskinan dan kegagalan pembangunan di Dunia Ketiga bukanlah keterlambatan dalam melakukan modernisasi, tapi campur tangan negara-negara kapitalis yang menghalangi perkembangan negara-negara itu. Pada dasarnya negara-negara Dunia Ketiga (yang biasa disebut “negara-negara pinggiran” dalam kapitalisme internasional) memiliki dinamika yang berbeda dari negara-negara Barat. Karena keunikan ini, maka pendekatan yang dipakai juga harus berbeda.
Ketergantungan yang berlebihan terhadap negara-negara maju adalah faktor utama mengapa negara-negara pinggiran sulit berkembang. Pola hubungan yang tidak setara menciptakan kesenjangan yang terus melebar antara negara-negera kapitalis dan negara-negara miskin. Solusinya adalah memberikan kebebasan bagi negara-negara pinggiran itu untuk mengembangkan dirinya dengan melihat konteks budaya dan kesejarahannya sendiri.
Menurut hasil pemikiran serta kajian selama ini, pendekatan kondisi kebangsaan saat ini lebih tepat dilakukan dengan pendekatan teori struktural. Hal ini merupakan pendekatan dari kondisi yang ada kemudian ditarik pada kesimpulan untuk mendapatkan teori pendekatan yang sesuai. Dengan pendekatan secara teori struktural maka dapat ditarik hipotesa bahwa permasalahn bangsa adalah bagaimana bangsa ini mampu mandiri dalam pengelolaan potensi bangsa baik berupa kekayaan alam, khasanah budaya maupun kebijakan pemerintah. Dan hal utama yang diperlukan adalah membangun kekuatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan memiliki daya juang tinggi. Inilah kewajiban kita semua sebagai kader bangsa, menyiapkan diri dan membantu mempersiapkan kader yang saat ini masih belum siap.
Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Kita sudah memahami kondisi kebangsaan, maka tidaklah baik apabila ternyata kita menutup mata terhadap kondisi lingkungan sekitar, dalam hal ini kampus ITS tercinta.

Otonomi yang diberikan pemerintah terhadap perguruan tinggi negeri, merupakan pilihan untuk menentukan apakah masih dalam naungan pemerintah ataukah memilih BHMN (Badan Hukum Milik Negara). ITB, UGM, Unair sudah menjadi PTBHMN sedang ITS sendiri masih dalam BLU (Badan Layanan Umum).

Secara umum, governance baru ITS BLU telah menciptakan perubahan dalam hal dinamika kemahasiswaan di dalam kampus, khususnya terkait financial. Perubahan mendasar yang tejadi adalah kosentrasi pengelolaan keuangan kampus. Dari subsidi murni pemerintah, kini kampus lebih mebuka diri sebagai partnership. Dalam hubungan ini kampus dapat berperan sebagai rekanan kerja, sehingga ada sinergisitas antara investor dengan birokrasi kampus.

Menanggapi ITS BLU, di kalangan mahasiswa sendiri muncul wacana sikap penolakan ITS BLU. Alasan utama adalah kekhawatiran terhadap kenaikan biaya pendidikan yang mengarah pada komerialisasi pendidikan. Suatu kewajaran, sebab penerapan BHMN di beberapa perguruan tinggi menunjukan fakta demikian, biaya pendidikan mengalami kenaikan, menjadikan pendidikan dapat dinikmati bagi mereka kalangan menengah atas.

Gagasan ITS kedepan juga menerapkan perubahan dalam sistem akademik dengan memasukan Sistem Kredit Ekstrakulikuler Mahasiswa (SKEM). Kebijakan ini berisi bagaimana memberikan bekal softskill mahasiswa ITS, arah dari pengembangan kepridaian mahasiswa. Maklum, selama ini mahasiswa ITS terkenal dengan kurangnya kemampuan berkomuikasi dan leadership rendah. Dengan demikian SKEM diarahkan untuk meningkatkan nilai kualitas softskill mahasiswa ITS, dalam bidang keorganisasian, tulis menulis (LKTM, PKM, PPKM), serta ekstrakulikuler bidang lain seperti seni, beladiri, dan olah raga. Para lulusan diharapkan bukan hanya menjadi profesional yang handal, namun juga menjadi pemimpin yang adil, bermartabat, serta mumpuni dalam ilmunya.

Kebijakan ITS kedepan juga memasukan wawasan tecnopreneur. ITS sebagai perguruan tinggi yang suda mempunyai kemampuan riset yang tinggi denga hasil karya yang diarahkan untuk mengembangkan teknologi tepat guna, diharapkan mampu menghasilkan tecnopreneurs yang mampu mengembangkan industri dalam negeri yang kompetitif dalam era globalisasi serta melakukan penelitin untuk mengembangkan ilmu pengetahan dalam bidang – bidang yang prospektif dan bersifat universal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat manusia.


Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Kondisi lingkungan ITS sudah mengalami perubahan, dai sistem akademik murni kini mengarah berbasis softskill dan tecnopreneur. Sadar atau tidak kondisi tersebut akan berpengaruh dalam dunia keorganisasian mahasiswa, termasuk HMI. Padahal kondisi HMI sendiri saat ini juga mengalami degradasi, bahkan di beberapa komisariat mengalami mati suri, hidup enggan mati mendekati.

Permasalahan utama HMI ada pada proses kaderisasi pasca Latihan Kader (LK) I. Kebanyakan yang dilakukan beberapa komisariat di lingkup sepuluh nopember, pendampingan pasca LK I minim dilakukan. Yang terjadi kemuadian adalah minimnya ilmu yang didapat anggota di HMI, arahnya kader merasa HMI tidak lagi memberikan manfaat yang signifikan. Sebagai pengurus kita harus mewaspadai hal ini, jangan sampai kedepan ini juga terjadi di komisariat perkapalan. Disamping permasalahan lain seperti minimnya forum silahturrahim antar anggota.

Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Dengan mendasarkan pada kondisi kebangsaan, kemahsiswaaan serta kondisi internal HMI sendiri maka Perlu kita sadari, bahwa kita saat ini adalah kader HMI,memiliki tanggungjawab terhadap perbaikan kondisi tersbut. Dengan begitu kita sadar, bahwa sebagai kader HMI adalah amanah kita bersama bahu membahu memperbaiki kondisi kebangsaan saat ini, mulai dari diri kita dan secara bertahap pada akhirnya di titik tertentu kita dapat menjawab persoalan kebangsaan. Upaya tersebut tidak terlepas dari kebijakan apa yang akan di ambil selama setahun kedepan untuk mewujudkan harapan bersama.

Terkait dengan kondisi tersebut, keberhasilan suatu kepengurusan disamping terletak pada kemampuan pemimpin, juga sangat ditentukan oleh kualitas kepengurusan secara global serta efektifitas dan kinerja kepengurusan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja kepengurusan maka di awal kepengurusan saya selaku ketua umum memberikan garis besar kinerja kepengurusan setahun kedepan. Dalam kebijakan setahun kedepan diharapkan mampu mewujudkan tujuan HMI, yang mana refleksi tujuan umat manusia termasuk kita didalamnya.

Dalam penerapan kebijakan kedalam (internal) kepengurusan kedepan menekankan pada tiga bidang yaitu bidang akademik, bidang agama, dan bidang politik. Bidang akademik harus diartikan secara meluas tidak berkutat pada akademik di kampus namun juga menyentuh prospek setelah keluar kampus. Artinya keperluan akan penanaman pemahaman seputar dunia kerja, wawasan enterpeneur, serta jaringan alumni merupakan beberapa hal yang dapat diterapkan kedepannya.

Dalam seputar dunia kerja, program kerja kedepan diharapkan menjalankan berbagai upaya untuk menumbuhkan pemikiran inovatif serta semangat kerja dengan arahan kontribusi bagi masyarakat Indonesia. Terkadang ada ketidaktepatan penafsiran bahwa membahas dunia kerja berarti menanamkan mental pekerja atau buruh. Namun mari kita berpkir sejenak, dunia kerja merupakan landasan awal bagi siapapun untuk mencari modal dan ilmu. Tidak semua manusia mampu survive sebagai enterpreneur tanpa modal, ada beberap yang memerlukan modal. Dengan mengingat hal tersebut maka membukakan pemikiran kita akan dunia kerja.

Pada bidang agama, kepengurusan ke depan harus menekankan pada pengetahuan dan peningkatan keagamaan tiap kader HMI. Pengkajian keagamaan dapat dilakukan dengan menggabungkan pada pengkajian secara sains maupun filsafat. Tujuan kajian agama guna memperkuat eksistensi HMI sebagai organisasi yang bernafaskan islam. Peningkatan bidang keagamaan juga menghapuskan kesan HMI sebagai organisasi berbasis politik saja. Dengan demikian pluraritas Hmi merupakan Pluraritas yang bener bukan merupakan alasan semata. Sebab selama ini pluraritas dijadikan dasar kader Hmi untuk meninggalkan kewajiban beribadah.

Terkait isu – isu kebangsaan dan keumatan maka diperlukan pengkajian dalam bidang politik. Dalam penerapan bidang politik yang perlu diperhatikan adalah pendidikan berpolitik. Ada perbedaan jelas antara pendidikan politik dengan politik praktis. Pendidikan politik lebih menekankan pada proses dan strategi yang mapan untuk mampu membidik dan melihat celah dan kesempatan. Hal ini tentunya tidak di dapatkan pada politik praktis yang bertujuan akhir pada hasilnya saja. Keberadaan bidang politik ini di harapkan mampu memerikan wawasan kepada kader untuk bisa membidik tiap kesempatan yang didapat, baik pada saat di bangku perkuliahan maupun saat nanti sudah lulus kuliah.

Tidak jarang wawasan politik memiliki sisi negatif bagi sebagian besar kalangan mahasiswa. Mereka beranggapan bahwa politik itu kotor, kejam dan sesuatu yang harus dihindari. Dengan kerangka berpikir tersebut maka ada kemungkian kajian politi tidak diminati kader. Namun disitulah tantangan kita bersama, bagaimana kita ditantang agar mampu menjelaskan dan mereka mampu memahami bahwa politi suatu kebutuhan taip manusia.

Agar kita mampu menjalankan roda kepengurusan yang baik, kokoh, serta tangguh maka kebijakan kebijakan ke luar (eksternal) perlu diperhatikan disamping kebijakan internal. Langkah ini kita ambil sebagai upaya memperkuat jaringan serta hubungan kerja. Sebagimana kita ketahui bersama, bahwa kita masih memerlukan rekan kerja guna mensukseskan program kerja kepengurusan selama satu tahun kedepan. Dan pada kesempatan malam ini, saya tegaskan bahwa sekat arogansi akan kita kurangi dan kita tambahkan dalam semangat loyalitas kebersamaan dalam membangun komisariat kedepan.

Untuk itu dalam mendukung keberhasilan kebijakan eksternal, maka saya harapkan kita aktif dalam menjalankan berbagai langkah untuk meningkatkan hubungan bilateral komisariat, dan juga meningkatkan silaturrahim ke kanda – kanda secara rutin dan bergantian, disamping mengirimkan kontingen untuk megikuti tiap LK I yang diadakan. Sebagai komisariat yang memiliki nama besar dan disegani, marilah kita juga turut berpartisipasi pada tiap kesempatan acara pelantikan, rapat pleno dan konfercab.

Meskipun kondisi organisasi saat ini begitu berat dengan adanya sistem perkuliahan yang padat, namun harapan agar Indonesia lebih baik kedepan merupakan dinamit yang meledakan semangat kita, api yang membakar semangat kita, kaki – kai yang menjadikan kita berbuat, dan air yang mendinginkan persaan kita atas beratnya beban permasalahan. Kita harus meyakini semangat dan tindakan kita demi peningkatan akder – kader bangsa tidak lain adalah perbuatan kita bagi diri kita pribadi.

Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Demikianlah, pokok – pokok program kerja kedepan. Sebelum mengakiri pidato kali ini, saya mangajak segenap pengurus untuk merenungkan sejenak dan mengucap komitmen pada diri kita sendiri – sendiri untuk benar – benar mengemban amanah kepengurusan setahun kedepan. Mari kita bangun Komisariat Perkapalan demi kejayaan HMI, Almamater, Bangsa dan Negara Indonesia tercinta. Mari kita bangun kelembagaan lebih erat dan profesional. Marilah kita tingkatkan semangat militansi kita, mewujudkan tujuan HMI “terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhloi Allah SWT.”

Atas segala perhatian dan dukungan jajaran pengurus dan kader – kader HMI Komisariat Perkapalan Sepuluh Nopember, saya ucapkan terimakasih.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian dalam menjalankan aktifitas dan tanggung jawabkita sehari - hari. Amin.

Yakin Usaha Sampai (Yakusa) !, Allah Akbar !

Terimakasih,
Billahitaufiq Walhidayah
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.



Surabaya, 28 Robiul Akhir 1429 H
05 Mei 2008 M

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
(HMI) CABANG SURABAYA
KOMISARIAT PERKAPALAN
SEPULUH NOPEMBER



YUWANA GALIH WIBAWA
KETUA UMUM

Tidak ada komentar: