Jumat, 26 September 2008

GOLPUT, TAKTIK PARTAI UNTUK MEMENANGKAN KANDIDAT

Selama ini golongan putih (golput) diidentikan dengan mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pelaksanaan pemungutan suara baik karena faktor teknis maupun non teknis. Tinjauan terhadap golongan putih didasarkan sebagai akibat dari carut marutnya politik nasional. Tokoh – tokoh partai, kondisi dewan serta pejabat negara memberikan toleransi dan alasan masyarakat memilih golput. Namun benarkah demikian, seakan – akan golput terlahir dari kekecewaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan.
Jika kita menyimak, ada suatu perbedaan antara golongan putih (golput) dengan masyarakat yang tidak mencoblos. Golput merupakan bentuk pilihan yang mana tidak memberikan sumbangan suara sah. Hal inilah yang menyebabkan golput tidak dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang tidak mencoblos, sebab keduanya mempunyai latar belakang yang berbeda. Golput dilatarbelakangi atas alasan pribadi yang secara sadar (rasional) menentukan pilihan untuk tidak memberikan suara sah. Sedang mereka yang tidak mencoblos mempunyai dua latar belakang. Pertama golput dan kedua karena alasan teknis, seperti tidak ada undangan, tidak mendapat kartu pemilih, atau karena keadaan force marger. Secara garis besar, pengelompokan pemilih sebagai golput tidak berkaitan dengan alasan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh pemilih, seperti kesalahan mencoblos, kondisi kesehatan pemilih maupun kondisi alam sehingga menyebabkan pemilih tidak dapat mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Golput dalam pilkada maupun pemilu dapat dikategorikan atas 2 kelompok. Pertama golput terbuka, artinya pemilih secara terus terang tidak mau datang ke tempat pencoblosan karena alasan pribadi yang secara sadar. Kedua adalah golput tertutup, artinya golput yang dilakukan secara rahasia sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahui bahwa seseorang tersebut sebenarnya golput. Pada kasus golput tertutup, pemilih tetap menggunakan hak pilihnya namun tidak menyumbangkan suara sah dengan jalan melakukan pencoblosan yang tidak sesuai aturan atau dengan kata lain tidak mengesahkan surat suara.
Ada dua hal yang berkaitan antara golongan putih, pertama keberadaan golput merupakan fungsi akibat dari ketidakefektifan kinerja mesin politik partai dalam mensosialisasikan potensi kandidat maupun partainya dalam kurun waktu sekarang sampai kedepan. Kedua, keberadaan golput merupakan strategi dan taktik partai untuk memenangkan kandidat yang diusung. Penggunaan isu kompetensi dan kemampuan calon kandidat yang dinilai tidak layak merupakan suatu cara untuk mengarahkan masyarakat pada suatu pilihan golput. Setidaknya, keberadaan golput akan lebih menguntungkan ketimbang mayoritas suara tersebut lari ke kandidat lain.
Secara teoritis golput akan memudahkan mesin politik partai dalam pemetaan massa. Dengan adanya golput, mayoritas suara yang akan masuk merupakan suara pasti, artinya suara yang secara jelas disumbangkan oleh kader serta pendukung partai. Dengan demikian suara – suara yang mengambang, yaitu pemilih yang masih belum jelas menentukan sikapnya, dapat diarahkan pada suara golput. Hal ini menekan resiko suara masuk ke kandidat lain.
Dengan kata lain keberadaan golput sebenarnya justru memberikan keuntungan bagi partai – partai dengan tingkat loyalitas kader dan simpatisan yang tinggi. Sebab disaat pemilih golput tinggi, variabel yang paling berpengaruh dalam pemenangan kandidat adalah tingkat loyalitas kader serta simpatisan partai. Inilah sebabnya mengapa adanya golput memudahkan dalam plotting mass.
Dalam sistem demokrasi, golput memang sebuah pilihan, namun pilihan golput terkadang justru memberikan keuntungan bagi kandidat dan partai. Pada kondisi ini pemilih diibaratkan memakan buah simalakama, dimakan tidak enak tak dimakan pun juga tidak enak. Karena itu, memilih golput bukan berarti membebaskan diri dari konsekuensi, akan tetapi memberikan konsekuensi yang seharusnya belum tentu terjadi.


Published By

Bidang PTKP

Tidak ada komentar: