Jumat, 26 September 2008

filsafat, Sains, dan Islam

da suatu hal yang menarik untuk di kaji, kenapa ada kata Filsafat, ilmu dan Islam ?, kenapa harus disatukan, bukankah ketiganya merupakan kajian yang berbeda.

Study mengenai Filsafat, Ilmu (Sains) dan Islam sebenarnya merupakan bentuk reaktif revolusioner dari peradaban ilmu pengetahuan modern. Kajian ini menjadi hangat karena adanya suatu keinginan, semangat untuk kembali menyatukan konsep pemahaman filsafat dan ilmu dalam bingkai Islam. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa ketika bicara filsafat telah melepaskan diri dari ikatan konsep Ketuhanan. Begitu juga dengan ilmu, seakan ilmu merupakan suatu proses ciptaan manusia seperti newton, enstain, bernouli. Jelas, keduanya merupakan bidang yang berbeda, sehingga dalam sistem pendidikan keduanya terpisahkan. Dan apabila keduanya kita hubungkan dengan agama, khususnya Islam maka telaklah perbedaan ketiganya.
Pernyataan ini mungkin benar jika kita melihat tanpa sikap kritis bagaimana sains modern membuat kehidupan manusia menjadi sejahtera ?. Argumen yang masuk akal adalah sains modern merupakan masalah sosial karena lahir dari sistem masyarakat modern yang cacat. Secara historis dapat dipahami bagaimana sains modern lahir sebagai mesin eksploitasi sistem kapitalisme. Dalam hal ini dapat dikatakan sains modern merupakan suatu ancaman terhadap nilai – nilai kemerdekaan, kualitas hidup dan kelangsungan proses kehidupan. Indikasi yang nyata adalah pengembangan uranium sebagai alat untuk menaklukan suatu negara.
Dogma sains modern yang mengklaim dirinya sebagai “bebas” nilai sehingga bersifat netral dan universal pada dasarnya bermasalah. Netralitas justru merupakan bentuk persembunyian dari kritik terhadap berbagai masalah yang ditimbulkannya. Dan universalitas tidak lebih dari alat keunggulan sains modern terhadap sistem sistem pengetahuan lain. Pada kenyataannya sains modern selalu bersifat kultural, terkonstruksi secara sosial dan tidak pernah lepas dari kepentingan ekonomi dan politik.
Pemahaman yang memisah tersebut merupakan suatu akibat dari pemisahan hubungan sains dan Islam dalam wacana akademik. Masuknya sains dalam kategori eksakta sementara Islam sebagi ilmu non-eksakta adalah indikasinya. Padahal kategori esakta dan non-eksakta tersebut bersifat ilutif. Ini menyebabkan tidak terbentuknya suatu tradisi pengembangan sains yang mapan dalam bingkai Islam dan sebaliknya, antara sains dan agama seolah – olah masing – masing berjalan otonom.
Perhubungan yang sama juga terjadi ketika keduanya kita hubungkan dengan filsafat, meskipun dalam filsafat sendiri ada satu cabang yang menjelaskan islam, filsafat islam, namun dalam kaitannya dengan agama secara garis besar pemahaman orang tentang filsafat mengarah pada penghapusan eksistensi Tuhan, seperti evolusi darwin, marx, hegel. Oleh sebab ada beberapa masyarakat muslim yang antipati dengan filsafat. Sedangkan kaitannya dengan ilmu, filsafat justru telah dijadikan suatu bidang non-eksakta dan memisah dari sains. Sehingga pemahaman akan ilmu (sains) merupakan suatu bentuk dogma untuk bisa menerapkan rumus. Karena itulah sistem pendidikan kita ditujukan untuk memecahkan permasalahan yang sudah ada bukan mencari persoalan baru dan berusaha menemukan pemecahannya. Kita pun secara bawah sadar enggan untuk mengatakan Mengapa, Kenapa, Bagaiamana ?, suatu kalimat yang muncul dalam filsafat.
Padahal jika di tinjau secara kritis ketiganya merupakan satu kesatuan. Jika ditarik suatu perhubungan, Filsafat merupakan alam berpikir atau alam pikiran kita. Tegasnya filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan mendalam tentang hukum alam. Nah, hasil dari berpikir itulah yang namanya ilmu, suatu pengetahuan yang telah dibukukan. Dan posisi agama adalah dasar dari keduanya, filsafat dan ilmu, yang merupakan penghubung antara hukum alam dengan konsep Ketuhanan. Dengan demikian semuanya akan mengarahkan pada suatu pernyataan kebenaran, Allah SWT. Inilah puncak perhubungan atau korelasi antar ketiganya.
Sebagi penutup, apa yang diuraikan diatas adalah suatu bentuk kepedulian terhadap, filsafat, ilmu dan islam yang patut mendapatkan perhatian secara terus menerus untuk membangkitkan terhadap kritik sains modern. Dan seharusnya kajian relasi antar filsafat, sains dan islam menjadi agenda serius dilevel teoritis maupun praktis sesama muslim.

“Keraguan adalah kendaraan yang akan mengantarkan seseorang ke keyakinan (Al-Ghazzali)”


Published By :

Bidang P3A

Tidak ada komentar: