Jumat, 26 September 2008

GOLPUT, TAKTIK PARTAI UNTUK MEMENANGKAN KANDIDAT

Selama ini golongan putih (golput) diidentikan dengan mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pelaksanaan pemungutan suara baik karena faktor teknis maupun non teknis. Tinjauan terhadap golongan putih didasarkan sebagai akibat dari carut marutnya politik nasional. Tokoh – tokoh partai, kondisi dewan serta pejabat negara memberikan toleransi dan alasan masyarakat memilih golput. Namun benarkah demikian, seakan – akan golput terlahir dari kekecewaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan.
Jika kita menyimak, ada suatu perbedaan antara golongan putih (golput) dengan masyarakat yang tidak mencoblos. Golput merupakan bentuk pilihan yang mana tidak memberikan sumbangan suara sah. Hal inilah yang menyebabkan golput tidak dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang tidak mencoblos, sebab keduanya mempunyai latar belakang yang berbeda. Golput dilatarbelakangi atas alasan pribadi yang secara sadar (rasional) menentukan pilihan untuk tidak memberikan suara sah. Sedang mereka yang tidak mencoblos mempunyai dua latar belakang. Pertama golput dan kedua karena alasan teknis, seperti tidak ada undangan, tidak mendapat kartu pemilih, atau karena keadaan force marger. Secara garis besar, pengelompokan pemilih sebagai golput tidak berkaitan dengan alasan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh pemilih, seperti kesalahan mencoblos, kondisi kesehatan pemilih maupun kondisi alam sehingga menyebabkan pemilih tidak dapat mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Golput dalam pilkada maupun pemilu dapat dikategorikan atas 2 kelompok. Pertama golput terbuka, artinya pemilih secara terus terang tidak mau datang ke tempat pencoblosan karena alasan pribadi yang secara sadar. Kedua adalah golput tertutup, artinya golput yang dilakukan secara rahasia sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahui bahwa seseorang tersebut sebenarnya golput. Pada kasus golput tertutup, pemilih tetap menggunakan hak pilihnya namun tidak menyumbangkan suara sah dengan jalan melakukan pencoblosan yang tidak sesuai aturan atau dengan kata lain tidak mengesahkan surat suara.
Ada dua hal yang berkaitan antara golongan putih, pertama keberadaan golput merupakan fungsi akibat dari ketidakefektifan kinerja mesin politik partai dalam mensosialisasikan potensi kandidat maupun partainya dalam kurun waktu sekarang sampai kedepan. Kedua, keberadaan golput merupakan strategi dan taktik partai untuk memenangkan kandidat yang diusung. Penggunaan isu kompetensi dan kemampuan calon kandidat yang dinilai tidak layak merupakan suatu cara untuk mengarahkan masyarakat pada suatu pilihan golput. Setidaknya, keberadaan golput akan lebih menguntungkan ketimbang mayoritas suara tersebut lari ke kandidat lain.
Secara teoritis golput akan memudahkan mesin politik partai dalam pemetaan massa. Dengan adanya golput, mayoritas suara yang akan masuk merupakan suara pasti, artinya suara yang secara jelas disumbangkan oleh kader serta pendukung partai. Dengan demikian suara – suara yang mengambang, yaitu pemilih yang masih belum jelas menentukan sikapnya, dapat diarahkan pada suara golput. Hal ini menekan resiko suara masuk ke kandidat lain.
Dengan kata lain keberadaan golput sebenarnya justru memberikan keuntungan bagi partai – partai dengan tingkat loyalitas kader dan simpatisan yang tinggi. Sebab disaat pemilih golput tinggi, variabel yang paling berpengaruh dalam pemenangan kandidat adalah tingkat loyalitas kader serta simpatisan partai. Inilah sebabnya mengapa adanya golput memudahkan dalam plotting mass.
Dalam sistem demokrasi, golput memang sebuah pilihan, namun pilihan golput terkadang justru memberikan keuntungan bagi kandidat dan partai. Pada kondisi ini pemilih diibaratkan memakan buah simalakama, dimakan tidak enak tak dimakan pun juga tidak enak. Karena itu, memilih golput bukan berarti membebaskan diri dari konsekuensi, akan tetapi memberikan konsekuensi yang seharusnya belum tentu terjadi.


Published By

Bidang PTKP

filsafat, Sains, dan Islam

da suatu hal yang menarik untuk di kaji, kenapa ada kata Filsafat, ilmu dan Islam ?, kenapa harus disatukan, bukankah ketiganya merupakan kajian yang berbeda.

Study mengenai Filsafat, Ilmu (Sains) dan Islam sebenarnya merupakan bentuk reaktif revolusioner dari peradaban ilmu pengetahuan modern. Kajian ini menjadi hangat karena adanya suatu keinginan, semangat untuk kembali menyatukan konsep pemahaman filsafat dan ilmu dalam bingkai Islam. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa ketika bicara filsafat telah melepaskan diri dari ikatan konsep Ketuhanan. Begitu juga dengan ilmu, seakan ilmu merupakan suatu proses ciptaan manusia seperti newton, enstain, bernouli. Jelas, keduanya merupakan bidang yang berbeda, sehingga dalam sistem pendidikan keduanya terpisahkan. Dan apabila keduanya kita hubungkan dengan agama, khususnya Islam maka telaklah perbedaan ketiganya.
Pernyataan ini mungkin benar jika kita melihat tanpa sikap kritis bagaimana sains modern membuat kehidupan manusia menjadi sejahtera ?. Argumen yang masuk akal adalah sains modern merupakan masalah sosial karena lahir dari sistem masyarakat modern yang cacat. Secara historis dapat dipahami bagaimana sains modern lahir sebagai mesin eksploitasi sistem kapitalisme. Dalam hal ini dapat dikatakan sains modern merupakan suatu ancaman terhadap nilai – nilai kemerdekaan, kualitas hidup dan kelangsungan proses kehidupan. Indikasi yang nyata adalah pengembangan uranium sebagai alat untuk menaklukan suatu negara.
Dogma sains modern yang mengklaim dirinya sebagai “bebas” nilai sehingga bersifat netral dan universal pada dasarnya bermasalah. Netralitas justru merupakan bentuk persembunyian dari kritik terhadap berbagai masalah yang ditimbulkannya. Dan universalitas tidak lebih dari alat keunggulan sains modern terhadap sistem sistem pengetahuan lain. Pada kenyataannya sains modern selalu bersifat kultural, terkonstruksi secara sosial dan tidak pernah lepas dari kepentingan ekonomi dan politik.
Pemahaman yang memisah tersebut merupakan suatu akibat dari pemisahan hubungan sains dan Islam dalam wacana akademik. Masuknya sains dalam kategori eksakta sementara Islam sebagi ilmu non-eksakta adalah indikasinya. Padahal kategori esakta dan non-eksakta tersebut bersifat ilutif. Ini menyebabkan tidak terbentuknya suatu tradisi pengembangan sains yang mapan dalam bingkai Islam dan sebaliknya, antara sains dan agama seolah – olah masing – masing berjalan otonom.
Perhubungan yang sama juga terjadi ketika keduanya kita hubungkan dengan filsafat, meskipun dalam filsafat sendiri ada satu cabang yang menjelaskan islam, filsafat islam, namun dalam kaitannya dengan agama secara garis besar pemahaman orang tentang filsafat mengarah pada penghapusan eksistensi Tuhan, seperti evolusi darwin, marx, hegel. Oleh sebab ada beberapa masyarakat muslim yang antipati dengan filsafat. Sedangkan kaitannya dengan ilmu, filsafat justru telah dijadikan suatu bidang non-eksakta dan memisah dari sains. Sehingga pemahaman akan ilmu (sains) merupakan suatu bentuk dogma untuk bisa menerapkan rumus. Karena itulah sistem pendidikan kita ditujukan untuk memecahkan permasalahan yang sudah ada bukan mencari persoalan baru dan berusaha menemukan pemecahannya. Kita pun secara bawah sadar enggan untuk mengatakan Mengapa, Kenapa, Bagaiamana ?, suatu kalimat yang muncul dalam filsafat.
Padahal jika di tinjau secara kritis ketiganya merupakan satu kesatuan. Jika ditarik suatu perhubungan, Filsafat merupakan alam berpikir atau alam pikiran kita. Tegasnya filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan mendalam tentang hukum alam. Nah, hasil dari berpikir itulah yang namanya ilmu, suatu pengetahuan yang telah dibukukan. Dan posisi agama adalah dasar dari keduanya, filsafat dan ilmu, yang merupakan penghubung antara hukum alam dengan konsep Ketuhanan. Dengan demikian semuanya akan mengarahkan pada suatu pernyataan kebenaran, Allah SWT. Inilah puncak perhubungan atau korelasi antar ketiganya.
Sebagi penutup, apa yang diuraikan diatas adalah suatu bentuk kepedulian terhadap, filsafat, ilmu dan islam yang patut mendapatkan perhatian secara terus menerus untuk membangkitkan terhadap kritik sains modern. Dan seharusnya kajian relasi antar filsafat, sains dan islam menjadi agenda serius dilevel teoritis maupun praktis sesama muslim.

“Keraguan adalah kendaraan yang akan mengantarkan seseorang ke keyakinan (Al-Ghazzali)”


Published By :

Bidang P3A

Kamis, 07 Agustus 2008

PENYAMBUTAN MABA ALA HMI

ASSALAMU'ALAIKUM....


Alhmadulillahirabbill aalamin, Segala Puji hanya bagi Allah SWT Pencipta, Pengatur, dan Penguasa Alam Semesta, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada kita sekalian dalam beraktifitas sehari - hari. Amin.

Pada kesempatan berbahagia ini atas nama segenap pengurus HMI komisariat Perkapalan SN menghaturkan terima kasih atas kesediaan Kader – Kader HMI maupun Kanda - kanda yang sudah meluangkan waktu kencan demi membaca kabar bahagia ini.

Berkenaan dengan masuknya mahasiswa baru, HMI Komisariat Perkapalan, berusaha untuk berperan aktif dalam mewarnai hiruk pikuk kampus ITS tercinta. Dengan usaha keras dan kerja team, jajaran pengurus HMI komisariat Perkapalan membikin posko penyambutan mahasiswa baru yang didalamnya berisi beberapa informasi.

Informasi - informasi tersebut kita desain sedemikian rupa dalam bentuk bentuk brosur. Dalam pelaksanaannya brosur – brosur ini akan dibagikan pada maba. Tidak sebatas brosur, untuk lebih menarik perhatian pengurus membikin Peta ITS dalam ukuran 1 x 1 meter bentuk printing vinil. Sehingga diharapkan mampu menunjukan perbedaan dan keunikan konsep tersendiri.

Tempat posko kita dirikan di area ITS Medical Center, dengan pertimbangan bahwasannya tiap maba akan melakukan tes kesehatan di tempat tersebut. Pertimbangan lainnya adalah untuk mengimbangi rekan - rekan KAMMI yang juga membuka posko ditempat tersebut.

Demikianlah sedikit informasi tentang kegiatan HMI, Khusunya Komisariat Perkapalan Tercinta. Semoga dengan adanya informasi – informasi ini, memberikan gambaran bahwasannya HMI belum mati, masih memiliki peran – peran positif bagi lingkup sekitar, siap menjawab tantangan jaman, berbakti demi ibu pertiwi di tengah derasnya arus globalisasi......Allah Akbar !


Billahittaufiq Wal Hidayah

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.



Yuwana Galih W

Ketum HMI Komisariat Kapal

Minggu, 15 Juni 2008

Memahami Konflik Timur Tengah

Makalah ini sebenarnya, sebuah pemaparan singkat yang sebenarnya sudah saya rencanakan seiring dengan keingintahuan saya pada konflik yang terjadi di wilayah itu yang saat ini umat islam khususnya hanya memahami dari satu sudut pandang saja yaitu konflik agama. Namun, semangat untuk menulis makalah ini begitu terpacu ketika saya membuka website friendster saya yang ketika itu ada bulletin singkat saudara Januar Saleh (Sekum HMI Kapal) yang berudul EURO. Saya tidak sengaja membuka bulletin itu, maklum judul nya EURO yang membuat naluri sepak bola saya muncul teringat EURO yang sebentar lagi akan dimulai di Swiss dan Austria. Namun, setelah saya buka saya tercengan dengan uraian singkat yang dibagian terakhir muncul pertanyaan dari saudara Januar terkait konflik timur tengah, kalau tidak salah konflik ideology? Itulah yang semakin memacu saya untuk mencoba menyumbangkan ide dan sedikit memberikan jawaban atas persoalan tersebut yang tidak lain adalah wilayah studi saya yaitu hubungan internasional. Oleh sebab itu saya akan mencoba memaparkan makalah singkat yang saya usahakan untuk semampu saya dan siapa tahu dapat memberikan wawasan dan ‘membuka mata’ kepada rekan HMI sekalian atau siapa saja yang tertarik kajian hubungan internasional.
Selama ini juga, permasalahan timur tengah selalu menjadi isu dunia yang hangat di sebagian besar umat Islam dunia. Tak terkecuali umat Islam di Indonesia yang dipelopori oleh sebagain saudara-saudara kita yang sangat intens untuk mengusung isu itu supaya pihak-pihak yang bertikai menyelesaikan konflik sesegera mungkin. Apalagi persoalan Palestina, hamper pasti selalu menjadi acuan ‘pergerakan’ dalam menyuarakan ide. Apakah hal itu salah? Sama sekali tidak. Namun, saya menganggapnya kurang proporsional, mengingat masalah yang terjadi sangat kompleks. Apalagi jika hal itu dilihat sebagai persoalan ideology, sangat dilematis sekali walaupun hal itu ada kontribusi dalam menghasilkan konflik itu. Namun signifikansinya tidak sebesar yang kita perkirakan selama ini. Wallohu’alam.

I.PENDAHULUAN
Wilayah timur tengah (middle east) selama ini seakan tidak lepas dari hingar-bingar konflik dan kekerasan yang selalu menghiasi setiap head line media-media seluruh dunia. Padahal jika kita lihat lebih jauh disitulah agama-agama semit lahir, yaitu Islam, Kristen, Yahudi. Selain itu juga terdapat tempat suci yang di klaim ketiga agama itu yaitu Jerussalem. Sangat ironis tempat lahirnya agama yang mengajarkan kedamaian kepada setiap umatnya menjadi wilayah yang nyaris jarang terdengar kata perdamaian. Namun disisi lain timur tengah, yang tandus ternyata dianugrahi Allah kaya akan sumberdaya mineral yaitu minyak bumi yang menghasilkan uang berlipah dan membuat bangsa manapun ‘ngiler’.
Konflik di timur tengah pada abad modern ini, sebenarnya sudah dimulai sejak perang dunia I dimana konfigurasi politik jazirah arab waktu itu menjadi berubah setelah runtuhnya Kekhalifahan Usmani di Turky. Kekosongan kekuasaan (vacuum of power) itu akhirnya diambil alih British sebagai pihak pemenang PD I yang tentunya atas bantuan Amerika Serikat dan sekutunya.i
Potensi ketegangan di timur tengah semakin terlihat setelah imigrasi besar-besaran entik Yahudi dari eropaii yang waktu itu tersingkir oleh rejim Nazi di Jerman yang terkenal dengan peritiwa holocausts. Immigrant itulah yang menempati daerah yang sekarang menjadi Negara Israel dan Palestin.
Konflik antara Israel dan Palestine sebagai isu dominan, adalah lahir dari konflik antara Negara-negara Arab dengan Israel yang kemudian dikenal dengan perang Arab-Israel. Selanjutnya, konflik-konflik terus bermunculan seiring dengan semakin banyaknya Negara yang ikut campur di kawasan ini. Sselain itu semakin meningkanya ‘kekuatan’ Negara-negara Arab sendiri serta berbagai situasi politik dalam negeri Negara-negara tersebut juga sebagai faktor yang menentukan terjadinya konflik di wilayah itu. Konflik tersebut diantaanya, Perang Iran-Iraq (1980-1988), Konflik Iraq – Kuwait (Agustus 1990-Januari 1991) dan Pendudukan Uni Soviet di Afganistan.
Semua konflik-konflik tersebut tidak lain adalah dampak dari struktur politik dunia (international system) yang mengendaikan konfigurasi polotik global oleh kekuatan besar (super power) yang merupakan sebagian dari edisi perang dingin.iii
II.TINJAUAN TEORI
Dalam Teori hubungan internasional, dikenal beberapa paradigm teori yang dijadikan sebagai pisau analisa para pengamat politik antar bangsa dalam menganalisa setiap peritiwa penting di level politik internasioal. Tentu saja paradigma tersebut tidak selalu tepat dalam penganalisaannya, karena akan sangat tidak memadai jika hanya melihat dari satu aspek teori saja.iv Salah satu aspek penting yang perlu dilihat adalah konfigurasi politik global yang merupakan hasil dari kebijakan luar negeri negara-negara besar (core country) yang menghegemoni sistem politik dunia.
Diantara paradigm itu adalah Teori Realisme, Pluralisme dan Globalismev. Realisme menekankan kepada pendekatan kekuatan milier sebagai solusi setiap ketegangan, sehingga isu-isu keamanan menjadi sangat penting dalam paradigma ini. Puralisme lebih menekankan pada aspek ekonomi dan sosial dalam melakkan pendekatan konflik, sehingga isu-isu kerjasama lebih penting dari pada militer. Sedang Globalisme muncul sebagai akibat dari rasa frustrasi kaum sosialis atas kesuksesan kaum kapitalis dalam hal kesejahteraan, sehinga jargon-jargon semisal ekploitasi dan persamaan kelas ala Marx menjadi penting.vi
Sistem politik dunia yang dikendalikan oleh negara besar (core) jelas sangat merugikan negara kecil apalagi berkembang (periphery) yang selalu akan menjadi objek kebijakan serta seakan tidak mempunyai pilihan atas situasi itu. Belum lagi kekhawatiran akan dampak kebijakan itu, termasuk pengambilan keputusan yang tepat dalam menyikapi situasi global. Namun, selama era perang dingin, situasi gobal relative aman terkendali mengingat kekuatan dunia waktu itu hanya terbagi oleh AS (kapitalis) dan Uni Soviet (Komunis) atau dikenal dengan sistem bipolar.vii Walau tentu saja konflik-konflik kawasan masih selalu terjadi.
Sebagai bagian sistem global, Negara-negara non power selalu dihadapkan pada beberapa pilihan dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya. Pilihan dan langkah yang tepatlah yang akan memposisikan sebuah Negara dapat diterima di pergaulan internsaional atau tidak. Pilihan yang tepat itulah yang memaksa untuk melakukan berbagai evaluasi sebelum membuat kebijakan luar negeri. Bedasarakan Teori kebijakan luar negri, James N Rosenauviii setidaknya memberikan beberapa aspek yang peru dipehatikan dalam menentukan kebijakan luar negri. Menurut Rosenau aspek –aspek tersebut adalah Idiosyncratic (gaya kepemimpinan), Role (sistem politik), Government (sistem pemerintahan), Societal(Situasi dalam negeri), Systemic(situasi politik global)ix.
Namun, dalam ruang yang terbatas ini penulis hanya sekedar memberikan sedikit gambaran terkait dengan konflik timur tengah sebagai tema bahasan kita. Dalam konflik timur tengah, pada intinya peran kepentingan dan kekuatan hegemoni sebagai pemegang struktur global (systemic) dalam hal ini Amerika dan sekutunya termasuk Uni Soviet, sangat besar dalam mempengarugi konfigurasi politik timur tengah. Disamping idiosyncratic (gaya kepemimpinan) serta struktur politik Negara-negara Arab cukup besar pula dalam mempengaruhi peta politik timur tengah. Termasuk faktor ideology, dalam hal ini konflik agama (Islam-Yahudi) juga tidak dapat dipandang sebelah mata dalam membentuk struktur politik, minimal dari sudut pandang masing-masing Negara yang bersangkutan.

III.ANALISA KONFLIK
a.Israel – Palestine
Seperti dijelaskan pada pendahuluan diatas, bahwasannya sebenarnya konflik antara bangsa Yahudi sebelum membentuk Israel dimulai ketika imigrasi besar-besaran etnik Yahudi dari Eropa yang terdesak rejim Hitler.
“Dengan berdatangannya bangsa Yahudi ke Palestina secara besar-besaran, menyebabkan kemarahan besar penduduk Palestina. Gelombang pertama imigrasi Yahudi terjadi pada tahun 1882 hingga 1903. Ketika itu sebanyak 25.000 orang Yahudi berhasil dipindahkan ke Palestina. Mulailah terjadi perampasan tanah milik penduduk Palestina oleh pendatang Yahudi. Bentrokan pun tidak dapat dapat dihindari. Kemudian gelombang kedua pun berlanjut pada tahun 1904 hingga 1914. Pada masa inilah, perlawanan sporadis bangsa Palestina mulai merebak”x
Keberhasilan etnik Yahudi membentuk sebuah ‘Negara’ tidak lepas dari usaha Mereka yang hebat dalam ‘melobi’ para pemegang struktur politik dunia termasuk AS, Inggris dan Perancis sebagai blok sekutu. Adalah Teodor Herzl yang disebut-sebut sebagai ‘bapak bangsa’ (founding fathers) nya Israel dengan perjuangan dan proses yang panjang termasuk penerbitan ‘Protokol Zionisme’ oleh Prof. Nilus dalam sebuah buku sebagai ‘doktrin gerakan’ berhasil melobi Negara-negara tersebut hingga akhirnya dipilihlah bumi Palestina sebagai pilihan utama etnik Yahudi setelah ditawarkan beberapa wilayah pilihan semisal Argentina dan Uganda. Namun Palestina dipilih karena kedekatan historis Yahudi sendiri dengan daerah tersebut.xi
Dengan ’melobi’ Inggris mereka akhirnya menghasilkan sebuah perjanjian rahasia yang disebut dengan Sykes Picot tahun 1915 yang selanjutnya menghasilkan sebuah Deklarasi Balfour pada tahun 1917 agar Yahudi mempunyai tempat tinggal di Palestina. Tidak berhenti disitu, Israel terus melakukan ’lobi’ hingga level Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tentu saja atas bantuan AS, sehingga keluarlah Resolusi DK PBB No. 181 (II) tanggal 29 November 1947 yang memberikan mandat kepada Inggris untuk membagi wlayah palestine menjadi tiga bagianxii mulai saat itulah perlawanan-perlawanan muncul sehingga memunculkan solidaritas dari beberapa kelompok dan negara Arab termasuklah Al Ikhwan Al Muslimun yang disaat bersamaan dibubarkan oleh pemerintah Mesir memperkuat dukungan di tepi barat. Kelompok inilah yang akhirnya membentuk HAMAS (Harakah al-Muqawwah al-Islamiyah) atas prakarsa Syaikh Amad Yassin yang ’lahir’ dari ikhwan al muslim.xiii Sedang diwilayah yang berbatasan dengan Yordania bantuanpun mengalir dari negara itu walaupun Secara rahasia. Selanjutnya Israel pun juga ber konflik dengan Lebanon terkait dengan ’pencaplok’ annya atas wilayah sekitarnya semisal dataran tinggi Golan dari Syria dan Semenanjung Sinai dari Mesir serta keterlibatannya dalam konfik terusan Suez.xiv
Sehingga dapat dikatakan peran Inggris dan Amerika sangat besar dan paling bertanggung jawab dalam pembentukan Israel dan konfik timur tengah. Artinya, secara tidak langsung memang Israel adalah dikehendaki untuk dibentuk oleh negara-negara besar tersebut, walaupun konsekuensi yang terjadi sangat memilukan dan menafikkkan sisi-sisi kemanusiaan.
Terlepas dari hal tersebut, geo politik timur tengah dan kekayaan sumberdaya sudah tentu menjadi prioritas dari hal itu semua. Apalagi pembukaan pembangunan terusan Suez oleh Inggris dan Perancis pada abad 19, dapat dipastikan Mereka telah merencanakan untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai kawasan strategis bagi lalu lintas perdagangan dunia. Artinya, menurut penulis, sejak awal wilayah Timur Tengah memang sudah menjadi perhatian serius Negara-negara Inggris dan Amerikdalam mengatur geo politik dunia untuk mencapai kepentingan Mereka termasuk rencana pembentukan Negara Israel. Terlepas itu dari hasil ‘kerja keras’ bangsa Yahudi sendiri, minimal Mereka sudah ‘ada rencana’ untuk ‘mengontrol’ timur tengah yang kaya minyak itu. Sebenarnya, pembentukan Negara Israel dapat dicegah apabila seandainya seluruh Negara Arab bersatu menentang pembentukan itu termasuk mengadakan pemboikotan terhadap datangnya imigran Yahudi dari penjuru dunia.xv Namun sayang sejarah tidak mengenal kata ‘seandainya’.
b.Iran – Iraq (1980-1988)

Begitu juga dengan konflik Iran-Iraq, peran Amerika sangat besar dalam membentuk struktur politik timur tengah pada waktu itu. Sudah dapat kita tebak, bahwasannya minyak adalah incaran utama AS. Perlu diketahui bahwa Iran adalah Negara penghasil minyak terbesar setelah Arab Saudi. Selain itu, motivasi dari kedua Negara yang ingin ‘memimpin’ timur tengah patut menjadi perhatian mengingat sumberdaya Mereka yang begitu besar sangat berpotensi menjadi hegemoni baru yang berarti mengancam Amerika.

Kondisi politik dalam negeri kedua Negara juga mendukung, apalagi Iran dalam masa Revolusi Islam di bahaw Khomaeni semakin gencar menjadi kekhawatiran tersendiri dari Amerika yang berpotensi untuk menjadi hegemoni baru termasuk Iraq sendiri yang khawatir revolusi itu akan menggilas Iraq yang sudah di ‘cap’ Sunni oleh Khomaeni. Bahka dengan lantang mengatakan “Iran would not end the war until the downfall of President Saddam Hussein”!xvi

Disini terjadi ‘keanehan-keanehan’ meminjam istilah Harsutejoxvii dalam menganalisa peran CIA (agen AS) dan M16(Agen Inggris) dalam coup 1965 di Indonesia. Keanehan tersebut adalah perbedaan peran Amerika dan Israel dalam terjun di konflik Iran-Iraq. Keanehan itu tampak pada dukungan AS kepada Iraq beserta Arab Saudi dan disisi lain Israel mendukung Iran diikuti Syria. Apakah dasar dukungan negara-negara tersebut? Secara singkat sebenarnya dapat dilihat bahwa Saudi jelas memiliki kedekatan historis dengan Iraq dari pada Iran yang Syiah. Amerika justru pada pilihan yang sulit, sebab keduanya sangat berpotensi untuk ’menyingkirkan’ AS di timur tengah (sekarang mulai terbukti dengan munculnya Iran), pilihan yang sulit itu jatuh ke Iraq yang mana ’kebencian’ ke Iran lebih tinggi mengingat kekhawatiran akan dampak Revolusi Iran, apalagi dalam menggulingkan Shah Iran yang sangat dekat dengan AS. Syria, jelas secara geografis berbatsan dengan Iraq, secara kalkulasi akan sangat berbahaya jika Iraq menang, maka sudah dapat dipastikan Syria akan di’lumat’Iraq. Jalan terbaik adalah membantu Iran yang secara geografis sangat jauh dengan Syria, meskipun tidak dapat disangkal kedekatan Ideologi (Syiah) sedikit banyak berpengaruh. Artinya, Syria meganut prinsip ’the enemy of my enemy is my friends’. Bagaimana dengan Israel? Israel justru mendukung Iran, mengapa? Karena Israel memandang Iraq lebih berbahaya jika menang atas Iraq, namun disini prinsip ’balance of power ’ bermain. Artinya AS mendukung Iraq untuk melemahkan Iran dan Israel mendukung Iran untuk melemahan Iraq.xviii


c.Iraq – Kuwait
Dalam konflik Iraq – Kuwait juga tidak lepas dari campur tangan AS pada akhirnya. Walaupun ’niat’ pertama Iraq melakukan invasi jelas bahwa Iraq berkepentingan atas Kuwait yang juga kaya minyak. Iraq mengklaoim bahwa Kuwait merupakan bagian dari wilayahnya.xix Namun, pada akhirnya pun AS ’turun tangan’ dengan menerjunkan paukannya yang sangat terkenal dengan sebutan ’gulf war’ atas inisiatif G W Bush senior.
Dari hal tersebut dapat kita lihat bagaimana kuatnya kepentingan AS atas wilayah tersebut. Mengingat dengan munculnya Iraq sebagai kekuatan baru di Timur Tengah, sangat dikhawatirkan AS karena jelas dominasi dan hegemoni AS di Timur Tengah akan berkurang atau mungkin akan hilang jika Iraq benar-benar menjadi penguasa wilayah ini. Dan memang benar, AS mendapatkan moment yang tepat seiring dengan invasi ke Kuwait, maka secara tidak langsung mendapatkan alasan yang tepat untuk menyerang Irak dengan alasan membantu Kuwait dan menyelamatkan perdaimaian. Tentu saja hal tersebut juga mendapatkan restu dari DK PPB.
Perlu diingat juga disaat yang bersamaan, AS juga telah menjalin kerjasama dengan Iraq, namun mengapa tiba-tiba menyerang Iqar dengan alasan membebaskan Kuwait? Inilah peran hegemonic power benar-benar menunjukkan ambisinya. Mungkin benar yang dikonsepkan dalam teori realismexx yang mengatakan bahwa efektifitas pendekatan militer masih relevan pada saat ini walaupun setelah perang dingin banyak pengamat mengatakan bahwa orientasi polotik AS lebih mengarah ke isu demokrasi dan HAM , namun setelah peristiwa penyerbuan ke Iqar pada 1990 dan penyerbuan ke Iqar setelah peristiwa 11 September semakin meyakinkan kita bahwa arogansi AS sebagai hegemoni tunggal semakin nyata. Ironisnya berbagai penyerangan yang dilakukan selalu tidak ada alasan yang jelas, semisal penyerbuan ke Iraq tahun 2001 yang disinyalir memiliki bom biologis sampai sekarang masih belum terbukti.

IV.DISKUSI

Pada tahun 1993 jurnal ilmiah Foreign Policy di Amerika Serikat menerbitkan sebuah artikel Samuel P Huntington seorang guru besar di Universitas Harvard dengan judul Clash of Civilization? Yang menjadi perdebatan serius para ahli dan tokoh social yang merasa tersinggung atas analisa Huntington, hingga jurnal itu merasa perlu untuk melakukan liputas khusus atas berbagai diskusi tersebut.xxi Dan setelah beberapa tahun kemudia tepatnya 1996 Huntington meluncurkan buku nya tersebut sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya, dengan judul yang sama.

Memang benar buku tersebut sangat tendensius terutama pengkategorian konflik-konflik di dunia sekarang dan akan dating lebih didominasi oleh benturan antar peradaban. Selain itu juga dikotomi istilah barat dan timur semakin mengarah pada Amerika sebagai hegemoni tunggal, walaupun termasuk eropa. Lebih penting dari itu, Huntington menegaskan benturan yang terjadi diarahkan pada penciptaan ‘musuh baru’ setelah komunis runtuh. Tidak lain dan tidak bukan Islam menjadi sasarannya yang kemungkinan besar akan berkoalisi dengan Confucianism China dan diperkirakan AS lebih mengancam. Spontan saja Islam menjadi ‘korban’ dan merasa bahwa sewaktu-waktu mungkin akan benar-benar diserang. Namun, juga terjadi ketidak jelasan Islam sebagai sebuah ajaran agama mengapa harus terlibat vis a vis dengan politik Internasional. Bukankah para actor hubungan Internasional adalah para Negara-negara?

Huntington melihat bahwa konflik yang akan terjadi ditimbulkan oleh aliansi-aliansi Negara-negara berdasarkan background culture atau latar belakang ideology. Sehingga motivasi kerjasama berlandaskan persamaan budaya itulah yang menurutnya akan mengancam eksistensi Amerika (Huntington lebih sering menggunakan istilah barat dari pada AS) sebagai hegemoni tunggal saat ini. Termasuk dilemma kasus keikutsertaan Turki kedalam Uni Eropa yang banyak ditentang anggota lain yang menganggap Turki yang sangat ‘berbeda’ dengan Eropa dari segi budaya (baca : Islam), namun ironinya Turki terlanjur menjadi anggota NATO.

Tesis Huntington memang sangat tendensius, dan itu bukanlah tanpa alasan karena Olin Institute yang membiayai penelitian Huntington tidal lain adalah dan dari pemrintah AS. Dan tentunya pihak AS merasa yang paling di ‘amini’ oleh tesis Huntington inixxii Namun setelah peristiwa 11 September tampaknya tesis Huntington semakin kabur, sebab pada awal serangan mungkin Osamah Bin Laden tersudut pada personifikasi Islam yang seperti perkiraan Huntingotn, adalah memang benar bahwa hal itu dilakukan karena tendensi agama (Islam) dan dikuatkan juga dengan pernyataan Bin Laden sendiri yang sering sekali menggunakan referesi Al Quran dan Hadist sebagai ‘battle cry’ serangan itu. Hal itu juga yang seakan semakin menguatkan tesis Huntington bahwa memang terjadi benturan peradaban.

Namun, tragedi 11 September 2001 membalik semua kecenderungan yang ada. Seolah mendapat alasan dan keharusan baru, peristiwa tersebut menjadi faktor signifikan bagi penguatan hegemoni AS, yang dimanifestasikan dalam bentuk kehadiran dan peran global AS dalam pentas politik internasional secara lebih dominan. Serangan teroris 11 September memperkuat keyakinan para pemimpin AS bahwa kepentingan keamanan negara itu tidak dapat dilepaskan dari situasi keamanan global, yang pada gilirannya menuntut penguatan posisi hegemoni AS dan keterlibatan luas dalam percaturan politik internasional. Penguatan itu tampak jelas antara lain dalam dua aspek, yakni respon AS terhadap terorisme pada tataran umum, dan invasi ke Afghanistan dan Irak pada tataran khusus.xxiii

Setelah peristiwa itu seakan AS lagi-lagi mendapatkan moment yang tepat untuk melanjutkan aksinya dengan slogan ‘perang terhadap terorisme’. Mungkin juga penyerbuan ke Afganistan ‘sedikit’ dimengerti mengingat AS sudah meng klaim negar ini sebagai basisnya Osamah Bin Laden, walaupun juga tidak disetujui oleh DK PBB dan banyak pertentangan dari berbagai Negara. Namun, setelah penyerbuan ke Iraq, penuh dengan kontroversi dan ketidak jelasan alasan serangan itu. Semakin jelas bahwa keinginan yang kuat AS untuk menguasai Timur Tengah sebagai ladang minyak menjadi semakin nyata.

Ketiga, ditambah dengan adanya kecenderungan yang mengaitkan Islam dengan terorisme di kalangan para pengambil kebijakan di AS, tatanan politik global semakin diperumit oleh ketegangan antara AS dengan negara-negara Islam ataupun negaranegara yang berpenduduk mayoritas Muslim. Kehati-hatian dari negara-negera berpenduduk mayoritas Muslim dalam merespon persoalan terorisme ini kerap menimbulkan kecurigaan dari AS, dan bahkan tidak jarang melahirkan tekanan-tekanan politik yang tidak mudah untuk dihadapi. Akibatnya, pemerintah di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim kerap dihadapkan kepada dilema antara "kewajiban" memberantas terorisme di satu pihak dan keharusan untuk menjaga hak-hak konstituen domestik di lain pihak. Dengan kata lain, kebijakan "perang terhadap terorisme" yang dijalankan AS telah menimbulkan ketegangan-ketegangan baru dalam hubungan antara pemerintah dan kelompok-kelompok Islam di banyak negara Muslim. Sampai sekarang, AS tampaknya masih mengalami kesulitan dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan “perang melawan terorisme” yang tidak menimbulkan komplikasi dalam hubungannya dengan Dunia Islam.xxiv

Dengan demikian melalui tulisan yang singkat ini, kita dapat melihat beberapa analisa terkait dengan perubahan – perubahan kebijakan AS dan kepentingannya dalam keterlibatan dengan berbagai konflik diberbagai belahan dunia. Sebagai adi daya tunggal tampaknya AS demikian berambisi untuk menguasai wilayah-wilayah penting sebagai penopang kedigdayaannya. Kecenderungan yang berlainan pandangan dalam melihat konflik timur tengah adalah bukti nyata campur tangan AS sangat kuat di wilayah ini. Kemunculan Negara-negara ‘mamap’ baru semisal Kuwait, UAE, Qatar dan dukungan yang begitu kuat terhadap Israel serta kerjasama yang ‘intim’ dengan Saudi, Mesir dan Yordania tidak lain adalah bagian dari kebijakan politik AS yang menghegemoni wilayah kaya minyak ini.

Ironisnya lagi ‘teriakan’ rakyat Palestine seperti gaung di padang pasir yang nyaris tak terdengar! Oleh AS dan dunia internasional bahkan tetangganya sendiri Arab Saudi, Mesir dan Yordania yang berbatasan langsung dengan Palestine dan Israel. Sebenarnya di Timur tengah ada Liga Arab (Arab League) sebagai wadah perkumpulan bangsa Arab, namun bagaimanapun juga ibarat macan di kebun binatang hanya menjadi permainan pawangnya dan anak kecil sebagai penontonnya. Pawangnya adalah AS yang memang sebagai ‘mengontrol’ Timur Tengah dan anak kecil itu ibarat tetangga Palestine yang diam saja sambil tertawa.

V.MUHASABAH

Banyaknya konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, memang sesuatu yang sunnatullah. Tidak lain karena manusia itu sendiri yang atas kehendak Allah juga diciptakan berbeda satu sama lain. Tentu saja keinginan setiap kepala juga berbeda-beda. Sejak bapak pertama manusia yaitu nabiullah Adam AS, konflik sudah dimulai antara Qobil dan Habil yang tidak lain karen ambisi pribadi masing-masing yang ingin menang atau bahasa sekarang menghegemoni manusia lain.

Terlepas dengan sunnatullah sebagai sesuatu yang given dari Allah, tentunya ada sesuatu yang seharusnya dikoreksi pada manusia itu sendiri yaitu hawa nafsu (objectivism). Dimana, Karen nafsu manusia itu sendiri yang cenderung kearah mengutamakan kepentingan sendiri maka seringkali pula merugikan manusia lain. Koreksi (arab : muhasabah) yang dilakukan tentu saja sebagai bahan rujukan atas kesalahan yang telah dilakukan agar menghasilak perbaikan. Karena tidak lain manusia itu sendiri sangat berpotensi untuk berbuat salah. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran Al in saanu mahal ul hatha’ wa annis yaan (manusia tempatnya salah dan alpa) didukung juga dengan seruan Nabi, yang artinya kurang lebih “setiap bani Adam adalah berpotensi berbuat salah namun sebaik-baik kesalahan adalah yang segera bertaubat”. Sayang, AS tidak segera sadar dan ‘bertaubat’ atas kesalahannya dan keserakahannya. Wallohu a’lam.

Billahi Taufiq Wal Hidayah.
Oleh Ali Maksum, mantan Sekretaris Umum HMI Komisariat Perkapalan (2005-2007)

Minggu, 25 Mei 2008

Sambutan Ketua Umum Terpilih

SAMBUTAN KETUA UMUM TERPILIH
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG SURABAYA
KOMISARIAT PERKAPALAN SEPULUH NOPEMBER
DI SURABAYA
TANGGAL , 27 MARET 2008

Bismillahirrahmanirrahim.
Yth. Ir. Daniel M Rosyid Ph.D, Ketua Penasihat Dewan Pakar Pendidikan Jawa Timur
Yth. Ketua Umum beserta Sekretraris Umum HMI Cabang Surabaya
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Hukum Erlangga
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Kedokteran Erlangga
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat kedokteran Gigi Erlangga
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Ekonomi Erlangga
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat FISIP Erlangga
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Kampus C Erlangga
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Mesin Sepuluh Nopember
Yth. Jajaran Pengurus HMI Cabang Surabaya Komisariat Kimia Sepuluh Nopember
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat MIPA Sepuluh Nopember
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat FISTEK Sepuluh Nopember
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat ELEKTRO Sepuluh Nopember
Yth. Jajaran Pengurus HMI Cabang Surabaya Komisariat ARSIP Sepuluh Nopember
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Ushluhudin Sunan Ampel
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Syari’ah Sunan Ampel
Yth. Ketua Umum HMI Cabang Surabaya Komisariat Dakwah Sunan Ampel
Yth. Kanda kanda Alumni HMI Komisariat Perkapalan Sepuluh Nopember

Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Alhmadulillahirabbill aalamin, Segala Puji hanya bagi Allah SWT Pencipta, Pengatur, dan Penguasa Alam Semesta, yang atas perkenanNya hari ini, kita bersama dalam menghadiri satu momentum Seminar dan Pelantikan HMI Komisariat Perkapalan Sepuluh Nopember.

Pada kesempatan bebahagia ini atas nama segenap pengurus dan keluarga besar anggota besar HMI komisariat Perkapalan SN menghaturkan terima kasih atas kesediaan rekan – rekan kader HMI dan juga kanda kanda yang sudah meluangkan waktu demi hadir dalam kesempatan malam ini.

Rekan – rekan yang saya cintai,
Hari ini setelah selama 3 tahun kepengurusan, akhirnya HMI Komisariat Perkapalan berhasil menjalankan proses kaderisasi HMI dengan melakukan regenerasi kepengurusan HMI Komisariat Perkapalan. Dengan demikian pada hari ini HMI Komisariat Perkapalan telah menyatakan diri dalam suatu kebijakan baru dalam rangka meningkatkan kinerja kepengurusan ke depan, suatu kebijakan yang diharapkan memberikan suatu perbedaan positif apabila dibandingkan dengan kepengurusan sebelumnya.
Perlu kita sadari bahwa regenerasi kepengurusan merupakan suatu proses added value bagi organisasi kedepan. Lebih dari itu proses added value ini harus merupakan proses dinamisasi dalam berorganisasi, sehingga kedepannya diharapkan kader – kader HMI Komisariat Perkapalan dapat mengembangkan potensinya dalam berbagai bidang kajian ilmu.
Kerja keras, komitmen, serta tanggung jawab rekan – rekan pengurus komisariat Perkapalan merupakan modal dasar untuk mewujudkan dinamisasi organisasi yang tidak lain merupakan proses pengembangan dan pemberdayaan potensi kader – kader Komisariat Perkapalan demi terwujudnya kemakmuran umat yang diridhoi Allah SWT.
Rekan – rekan kader HMI yang saya cintai,
Sejak awal kehadiran HMI sebagai organisasi kemahasiswaan, HMI menyatakan diri sebagai organisasi kader. Artinya kehadiran HMI bukanlah organisasi kemahasiswaan yang sekedar mecari dan mengumpulkan massa guna menyususn suatu kekuatan politik kekuasaan. Kehadiran HMI adalah dalam rangka meningkatkan kualitas tiap insan yang bergabung dalam bingkai organisasi HMI guna menghadirkan sosok – sosok pemimpin masa depan yang berbasis akademisi dan berkomitmen tinggi dalam rangka terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT. Inilah yang membedakan HMI dengan organisasi yang lain, seperti KAMMI.

Betul, bahwa HMI merupakan organisasi kader, yang mana segi kualitas lebih penting daripada segi kuantitas. Namun apabila lebih jauh kita kaji, faktor kaulitas dan kuantitas merupakan satu hubungan keterikatan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Secara logika sederhana, faktor kuantitas akan meningkat seiring dengan peningkatan kualitas. Dapat saya contohkan, seperti pabrikan motor, pabrikan honda tetap diminati masyarakat (khususnya masyarakat indonesia) padahal dilain sisi ada pabrikan motor cina (mochin) yang memiliki kesamaan model dan dengan harga yang lebih murah. Apabila kasus ini kita analisa, dapat diketahui bahwa daya beli masyarakat tidak hanya ditentukan oleh satu variabel dalam hal ini harga, disisi lain juga dipengaruhi dari segi kualitas produk tersebut.

Dari sini kita dapat menarik suatu hipotesa awal bahwa HMI seharusnya tiada kesulitan untuk proses kaderisasi. Artinya HMI bukan mempromosikan diri dalam artian giat mencari kader, namun memposisikan diri untuk di cari kader sebab aktivitas HMI jelas memberikan suatu nilai tambah.
Namun seiring dengan perkembangan situasi politik disaat bermunculan organisasi kepemudaaan HMI justru mengalami suatu degradasi. Di beberapa komisariat yang sudah mengadakan LK I, jumlah peserta yang ikut tidak mampu melampaui angka 13. Ironisnya, sebagian besar keikutsertaan peserta lahir bukan karena keinginan mereka sendiri namun lebih pada faktor ajakan dan rayuan.
Sungguh situasi yang memprihatinkan, HMI yang memaknai diri sebagai organisasi kader, saat ini menjelma menjadi organisasi perayu kader. Proses kaderisasi HMI berkutat pada Tips bagaimana merayu calon anggota untuk ikut bergabung menjadi anggota HMI, sehingga yang terjadi adalah niatan ikut ber HMI tidak lahir dengan sendirinya dari calon peserta. Akhirnya apa yang terjadi ?, keikutsertaan mereka sebatas LK I dan setelah LK I usai maka usai pula hubungan HMI dengannya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah jika faktor kualitas terpenuhi, kenapa hukum peningkatan kualitas tidak terjadi ?, apakah kualitas memang sudah terpenuhi atau memang HMI tidak lagi memiliki kualitas yang signifikan.
Menurut pemikiran saya, Ada dua faktor kenapa iklim ber HMI saat ini minim kader ketimbang masa lalu, pertama adanya perbedaan iklim perkuliahan. Mahasiswa sekarang lebih senang jika membicarakan masalah IP dan lulus cepat. Kalaupun ada pembicaraan lain maka konteksnya bukan lagi kebangsaan dan keumatan tapi dalam konteks enterprneurship. Keingnan – keinginan berorganisasi lebih menekankan ada pengembangan jaringan dan even organiser.
Faktor kedua adalah faktor citra HMI dimata calon anggota, dimana HMI masih meberikan kesan sebagai organisasi politik. Selama ini keunggulan HMI dari segi akademis masih belum diketahui secara luas. Padahal apabila kita lebih jauh menelusurinya, banyak kader HMI yang sukses dibidang pendidikan, seperti Ir. Daniel M Rosyid Ph.D, Prof. Ahmad Jazidie, dan beberapa kader lain. Di kalangan mahasiswa kita mengenal kader HMI Komisariat MIPA yang menjuarai engglish debate contest. Inilah yang menjadi tantangan kita selaku kader HMI untuk lebih menunjukan eksistensi HMI di segala bidang.
Rekan – rekan kader HMI yang saya cintai,
Harapan HMI ke Depan adalah HMI yang mampu berevolusi guna menjawab tantangan jaman. Dalam artian evolusi pada pembinaan kader, HMI harus mampu memberikan nilai lebih pada kader – kadernya sesuai kebutuhan jamannya.

Untuk itulah pada kesempatan malam ini, HMI komisariat Perkapalan mengambil tema “Melanjutkan Perjuangan HMI dalam Pembinaan Kader Menjadi Insan Agamis, Akademis, dan Politis”. Ada beberapa poin penting dalam hal ini, pertama melanjutkan perjuangan, artinya ada proses estafet perjuangan dari masa ke masa. Kebijakan apapun yang diambil kepengurusan kedepan tidak terlepas dari bingkai arah dan tujuan di dirikannya HMI.

Poin penting kedua, Pembinaan Kader , maksudnya dalam menjawab berbagai tantangan ke deapan, hal yang paling utama dilakukan adalah kembali ke khittah HMI sebagai organisasi kader. Pembinaan merupakan proses utama guna terwujudnya tujuan tersebut. Diharapkan dari pembinaan akan memberikan kualitas yang signifikan bagi kader – kadernya, sehingga tiap mengadakan LK I, HMI tidak lagi mencari kader namun akan menolak kader, sebab kelebihan.

Poin penting teakhir adalah output dai proses kaderisasi HMI, yang mana diharapkan menjadi Insan Agamis, Akademis, dan Politis. Dalam hal ini konteks berpikir kita adalah menjadi suatu insan yang integral, tidak lagi hanya berkutat pada agama, akademik ataupun menitik beratkan pada segi politik, yang menjadi andalan HMI saat ini. Tapi memasukan nilai nilai tersebut menajadi suatu nilai polikromatik pada tiap diri kader. Nilai – nilai tersebut saling berkaitan dan mendasari satu sama lain. Sehingga orang akan melihat ada suatu nilai lebih saat bergabung manjadi anggota HMI.

Rekan – rekan kader HMI yang saya cintai,
Itulah yang saya harapkan dari momen Pelantikan ini, bagaimana membangun HMI khususnya HMI Komisariat Perkapalan kedepan lebih maju dan kokoh. Layaknya kapal yang kokoh ditengah hantaman ombak dan terjangan badai. Guna mewujudkan itu semua, dari rekan – rekan pengurs sudah memberikan awalan yang baik yang mana dapat kita semua lihat pada momen pelantikan malam ini. Mulai dari susunan acara, pemilihan tempat, serta cideramata.

Rekan – rekan kader HMI yang saya cintai,
Setelah dilantik sebagai Ketua Umum Komisariat Perkapalan malam ini, Saya pastikan bahwa saya bersama seluruh jajaran pengurus baru, akan bekerja keras dengan menjaga amanahyang sudah diberikan. Untuk itu, saya mohon doa restu, dukungan, den kepercayaan rekan – rekan semua, untuk menjalankan amanah dan ketetapan konstitusi HMI selama satu tahun ke depan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan, kekuatan, serta meridhoi usaha kita sekalian. Amin

Terimakasih,
Billahitaufiq Walhidayah
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.


Surabaya, 19 Robiul Awal 1429 H
27 Maret 2008 M

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
(HMI) CABANG SURABAYA
KOMISARIAT PERKAPALAN
SEPULUH NOPEMBER



YUWANA GALIH WIBAWA
KETUA UMUM

KEBIJAKAN UMUM 2008/2009

KEBIJAKAN UMUM
KETUA UMUM HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG SURABAYA
KOMISARIAT PERKAPALAN SEPULUH NOPEMBER
DI SEKBER HMI SN
TANGGAL, 05 MEI 2008
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu Alaikum Wr.Wb.

Rekan – rekan kader HMI yang saya cintai
Pertama tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan kepada kita semua untuk dapat hadir pada Rapat Kerja Pengurus HMI Komisariat Perkapalan Sepuluh Nopember di malam hari yang berbahagia ini.

Perjuangan organisasi dan karya – karya organisasi sebelumnya telah kita laksanakan dan telah kita sukseskan ke dalam satu kepengurusan baru untuk kelangsungan organisasi HMI ke depan. Semua ini tentunya tidak terlepas dari perjuangan seluruh kader – kader HMI baik yang saat ini aktif sebagai pengurus maupun rekan – rekan yang sekarang menjadi anggota HMI dan aktif di luar lingkup HMI.

Untuk itu marilah pada kesempatan Rapat Kerja ini kita merenungkan sejenak tentang tujuan kita sebagai kader HMI dan untuk apa HMI itu ada. Apalagi yang bisa secara intensif kita perbuat dengan HMI, yang kian lama tambah meredup, hingga dapat suatu manfaat yang besar untuk kemajuan bangsa dan negara, minimal lingkungan dimana kita hidup.

Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Apabila kita sejenak melihat kondisi keangsaan saat ini, maka kita pasti akan bertanya dari mana kita dapat menyelesaikan masalah kebangsaan kita, dan apa sebenarnya sebab peramsalahannya. Sungguh, ini perlu kita ketahui dan pahami sebab bagaimanapun juga hal ini sejalan dengan tujuan HMI, terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhloi Allah SWT.

Dalam teori modernisasi dijelaskan bahwa kemiskinan suatu negara berpangkal pada persoalan internal negara bersangkutan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penganut teori modernisasi memberikan solusi berupa gagasan memodernkan negara tersebut. Modernitas menjadi pilihan utama untuk menjelaskan dan menyelenggarakan pembangunan negara. Sebagian besar kaum terdidik yang berperan dalam wacana pembangunan di Indonesia adalah para lulusan Barat yang berkiblat pada paradigma modernisasi.

Para penganut teori modernisasi bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat universal, yaitu bahwa pemahaman, analisa, perumusan, dan pemecahan masalah suatu negara bisa diterapkan pada negara lain. Artinya kondisi di di negara – negara dapat diterapkan pada negara-negara non-Barat. Keyakinan akan universalitas teori ini kemudian mendapatkan pembenaran ketika Jepang – negara Asia yang hancur-lebur akibat perang – sangat berhasil meniru model pembangunan negara-negara Barat dan Sadar atau tidak sadar pemikiran sebagian kalangan intelektual kita berada dalam frame berpikir modernisasi. Sehingga yang teradi adalah kondisi dalam dalam negeri ditarik pada pemecahan (solusi) yang sudah diterapkan di luar negeri.

Disisi lain, jika kita dekati dengan teori struktural, sebagai alternatif terhadap paradigma modernisasi. Menurutnya, asumsi dasar teori modernisasi bahwa kemiskinan bersumber pada faktor-faktor internal suatu negara itu keliru. Sesungguhnya, kekuatan-kekuatan luar telah menyebabkan suatu negara gagal menjalankan pembangunannya. Teori struktural menegaskan bahwa upaya pemberantasan kemiskinan dan pembangunan negara di Dunia Ketiga tidak akan berhasil jika struktur hubungan antara negara-negara maju (Barat) dan negara-negara miskin tidak diubah. Sebab, struktur hubungan itu tidaklah sejajar, karena negara-negara maju cenderung bersifat hegemonik dan eksploitatif terhadap mitra-mitranya yang lebih lemah.

Inti teori strutural adalah bahwa sebab utama kemiskinan dan kegagalan pembangunan di Dunia Ketiga bukanlah keterlambatan dalam melakukan modernisasi, tapi campur tangan negara-negara kapitalis yang menghalangi perkembangan negara-negara itu. Pada dasarnya negara-negara Dunia Ketiga (yang biasa disebut “negara-negara pinggiran” dalam kapitalisme internasional) memiliki dinamika yang berbeda dari negara-negara Barat. Karena keunikan ini, maka pendekatan yang dipakai juga harus berbeda.
Ketergantungan yang berlebihan terhadap negara-negara maju adalah faktor utama mengapa negara-negara pinggiran sulit berkembang. Pola hubungan yang tidak setara menciptakan kesenjangan yang terus melebar antara negara-negera kapitalis dan negara-negara miskin. Solusinya adalah memberikan kebebasan bagi negara-negara pinggiran itu untuk mengembangkan dirinya dengan melihat konteks budaya dan kesejarahannya sendiri.
Menurut hasil pemikiran serta kajian selama ini, pendekatan kondisi kebangsaan saat ini lebih tepat dilakukan dengan pendekatan teori struktural. Hal ini merupakan pendekatan dari kondisi yang ada kemudian ditarik pada kesimpulan untuk mendapatkan teori pendekatan yang sesuai. Dengan pendekatan secara teori struktural maka dapat ditarik hipotesa bahwa permasalahn bangsa adalah bagaimana bangsa ini mampu mandiri dalam pengelolaan potensi bangsa baik berupa kekayaan alam, khasanah budaya maupun kebijakan pemerintah. Dan hal utama yang diperlukan adalah membangun kekuatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan memiliki daya juang tinggi. Inilah kewajiban kita semua sebagai kader bangsa, menyiapkan diri dan membantu mempersiapkan kader yang saat ini masih belum siap.
Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Kita sudah memahami kondisi kebangsaan, maka tidaklah baik apabila ternyata kita menutup mata terhadap kondisi lingkungan sekitar, dalam hal ini kampus ITS tercinta.

Otonomi yang diberikan pemerintah terhadap perguruan tinggi negeri, merupakan pilihan untuk menentukan apakah masih dalam naungan pemerintah ataukah memilih BHMN (Badan Hukum Milik Negara). ITB, UGM, Unair sudah menjadi PTBHMN sedang ITS sendiri masih dalam BLU (Badan Layanan Umum).

Secara umum, governance baru ITS BLU telah menciptakan perubahan dalam hal dinamika kemahasiswaan di dalam kampus, khususnya terkait financial. Perubahan mendasar yang tejadi adalah kosentrasi pengelolaan keuangan kampus. Dari subsidi murni pemerintah, kini kampus lebih mebuka diri sebagai partnership. Dalam hubungan ini kampus dapat berperan sebagai rekanan kerja, sehingga ada sinergisitas antara investor dengan birokrasi kampus.

Menanggapi ITS BLU, di kalangan mahasiswa sendiri muncul wacana sikap penolakan ITS BLU. Alasan utama adalah kekhawatiran terhadap kenaikan biaya pendidikan yang mengarah pada komerialisasi pendidikan. Suatu kewajaran, sebab penerapan BHMN di beberapa perguruan tinggi menunjukan fakta demikian, biaya pendidikan mengalami kenaikan, menjadikan pendidikan dapat dinikmati bagi mereka kalangan menengah atas.

Gagasan ITS kedepan juga menerapkan perubahan dalam sistem akademik dengan memasukan Sistem Kredit Ekstrakulikuler Mahasiswa (SKEM). Kebijakan ini berisi bagaimana memberikan bekal softskill mahasiswa ITS, arah dari pengembangan kepridaian mahasiswa. Maklum, selama ini mahasiswa ITS terkenal dengan kurangnya kemampuan berkomuikasi dan leadership rendah. Dengan demikian SKEM diarahkan untuk meningkatkan nilai kualitas softskill mahasiswa ITS, dalam bidang keorganisasian, tulis menulis (LKTM, PKM, PPKM), serta ekstrakulikuler bidang lain seperti seni, beladiri, dan olah raga. Para lulusan diharapkan bukan hanya menjadi profesional yang handal, namun juga menjadi pemimpin yang adil, bermartabat, serta mumpuni dalam ilmunya.

Kebijakan ITS kedepan juga memasukan wawasan tecnopreneur. ITS sebagai perguruan tinggi yang suda mempunyai kemampuan riset yang tinggi denga hasil karya yang diarahkan untuk mengembangkan teknologi tepat guna, diharapkan mampu menghasilkan tecnopreneurs yang mampu mengembangkan industri dalam negeri yang kompetitif dalam era globalisasi serta melakukan penelitin untuk mengembangkan ilmu pengetahan dalam bidang – bidang yang prospektif dan bersifat universal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat manusia.


Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Kondisi lingkungan ITS sudah mengalami perubahan, dai sistem akademik murni kini mengarah berbasis softskill dan tecnopreneur. Sadar atau tidak kondisi tersebut akan berpengaruh dalam dunia keorganisasian mahasiswa, termasuk HMI. Padahal kondisi HMI sendiri saat ini juga mengalami degradasi, bahkan di beberapa komisariat mengalami mati suri, hidup enggan mati mendekati.

Permasalahan utama HMI ada pada proses kaderisasi pasca Latihan Kader (LK) I. Kebanyakan yang dilakukan beberapa komisariat di lingkup sepuluh nopember, pendampingan pasca LK I minim dilakukan. Yang terjadi kemuadian adalah minimnya ilmu yang didapat anggota di HMI, arahnya kader merasa HMI tidak lagi memberikan manfaat yang signifikan. Sebagai pengurus kita harus mewaspadai hal ini, jangan sampai kedepan ini juga terjadi di komisariat perkapalan. Disamping permasalahan lain seperti minimnya forum silahturrahim antar anggota.

Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Dengan mendasarkan pada kondisi kebangsaan, kemahsiswaaan serta kondisi internal HMI sendiri maka Perlu kita sadari, bahwa kita saat ini adalah kader HMI,memiliki tanggungjawab terhadap perbaikan kondisi tersbut. Dengan begitu kita sadar, bahwa sebagai kader HMI adalah amanah kita bersama bahu membahu memperbaiki kondisi kebangsaan saat ini, mulai dari diri kita dan secara bertahap pada akhirnya di titik tertentu kita dapat menjawab persoalan kebangsaan. Upaya tersebut tidak terlepas dari kebijakan apa yang akan di ambil selama setahun kedepan untuk mewujudkan harapan bersama.

Terkait dengan kondisi tersebut, keberhasilan suatu kepengurusan disamping terletak pada kemampuan pemimpin, juga sangat ditentukan oleh kualitas kepengurusan secara global serta efektifitas dan kinerja kepengurusan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja kepengurusan maka di awal kepengurusan saya selaku ketua umum memberikan garis besar kinerja kepengurusan setahun kedepan. Dalam kebijakan setahun kedepan diharapkan mampu mewujudkan tujuan HMI, yang mana refleksi tujuan umat manusia termasuk kita didalamnya.

Dalam penerapan kebijakan kedalam (internal) kepengurusan kedepan menekankan pada tiga bidang yaitu bidang akademik, bidang agama, dan bidang politik. Bidang akademik harus diartikan secara meluas tidak berkutat pada akademik di kampus namun juga menyentuh prospek setelah keluar kampus. Artinya keperluan akan penanaman pemahaman seputar dunia kerja, wawasan enterpeneur, serta jaringan alumni merupakan beberapa hal yang dapat diterapkan kedepannya.

Dalam seputar dunia kerja, program kerja kedepan diharapkan menjalankan berbagai upaya untuk menumbuhkan pemikiran inovatif serta semangat kerja dengan arahan kontribusi bagi masyarakat Indonesia. Terkadang ada ketidaktepatan penafsiran bahwa membahas dunia kerja berarti menanamkan mental pekerja atau buruh. Namun mari kita berpkir sejenak, dunia kerja merupakan landasan awal bagi siapapun untuk mencari modal dan ilmu. Tidak semua manusia mampu survive sebagai enterpreneur tanpa modal, ada beberap yang memerlukan modal. Dengan mengingat hal tersebut maka membukakan pemikiran kita akan dunia kerja.

Pada bidang agama, kepengurusan ke depan harus menekankan pada pengetahuan dan peningkatan keagamaan tiap kader HMI. Pengkajian keagamaan dapat dilakukan dengan menggabungkan pada pengkajian secara sains maupun filsafat. Tujuan kajian agama guna memperkuat eksistensi HMI sebagai organisasi yang bernafaskan islam. Peningkatan bidang keagamaan juga menghapuskan kesan HMI sebagai organisasi berbasis politik saja. Dengan demikian pluraritas Hmi merupakan Pluraritas yang bener bukan merupakan alasan semata. Sebab selama ini pluraritas dijadikan dasar kader Hmi untuk meninggalkan kewajiban beribadah.

Terkait isu – isu kebangsaan dan keumatan maka diperlukan pengkajian dalam bidang politik. Dalam penerapan bidang politik yang perlu diperhatikan adalah pendidikan berpolitik. Ada perbedaan jelas antara pendidikan politik dengan politik praktis. Pendidikan politik lebih menekankan pada proses dan strategi yang mapan untuk mampu membidik dan melihat celah dan kesempatan. Hal ini tentunya tidak di dapatkan pada politik praktis yang bertujuan akhir pada hasilnya saja. Keberadaan bidang politik ini di harapkan mampu memerikan wawasan kepada kader untuk bisa membidik tiap kesempatan yang didapat, baik pada saat di bangku perkuliahan maupun saat nanti sudah lulus kuliah.

Tidak jarang wawasan politik memiliki sisi negatif bagi sebagian besar kalangan mahasiswa. Mereka beranggapan bahwa politik itu kotor, kejam dan sesuatu yang harus dihindari. Dengan kerangka berpikir tersebut maka ada kemungkian kajian politi tidak diminati kader. Namun disitulah tantangan kita bersama, bagaimana kita ditantang agar mampu menjelaskan dan mereka mampu memahami bahwa politi suatu kebutuhan taip manusia.

Agar kita mampu menjalankan roda kepengurusan yang baik, kokoh, serta tangguh maka kebijakan kebijakan ke luar (eksternal) perlu diperhatikan disamping kebijakan internal. Langkah ini kita ambil sebagai upaya memperkuat jaringan serta hubungan kerja. Sebagimana kita ketahui bersama, bahwa kita masih memerlukan rekan kerja guna mensukseskan program kerja kepengurusan selama satu tahun kedepan. Dan pada kesempatan malam ini, saya tegaskan bahwa sekat arogansi akan kita kurangi dan kita tambahkan dalam semangat loyalitas kebersamaan dalam membangun komisariat kedepan.

Untuk itu dalam mendukung keberhasilan kebijakan eksternal, maka saya harapkan kita aktif dalam menjalankan berbagai langkah untuk meningkatkan hubungan bilateral komisariat, dan juga meningkatkan silaturrahim ke kanda – kanda secara rutin dan bergantian, disamping mengirimkan kontingen untuk megikuti tiap LK I yang diadakan. Sebagai komisariat yang memiliki nama besar dan disegani, marilah kita juga turut berpartisipasi pada tiap kesempatan acara pelantikan, rapat pleno dan konfercab.

Meskipun kondisi organisasi saat ini begitu berat dengan adanya sistem perkuliahan yang padat, namun harapan agar Indonesia lebih baik kedepan merupakan dinamit yang meledakan semangat kita, api yang membakar semangat kita, kaki – kai yang menjadikan kita berbuat, dan air yang mendinginkan persaan kita atas beratnya beban permasalahan. Kita harus meyakini semangat dan tindakan kita demi peningkatan akder – kader bangsa tidak lain adalah perbuatan kita bagi diri kita pribadi.

Rekan – rekan HMI yang saya muliakan
Demikianlah, pokok – pokok program kerja kedepan. Sebelum mengakiri pidato kali ini, saya mangajak segenap pengurus untuk merenungkan sejenak dan mengucap komitmen pada diri kita sendiri – sendiri untuk benar – benar mengemban amanah kepengurusan setahun kedepan. Mari kita bangun Komisariat Perkapalan demi kejayaan HMI, Almamater, Bangsa dan Negara Indonesia tercinta. Mari kita bangun kelembagaan lebih erat dan profesional. Marilah kita tingkatkan semangat militansi kita, mewujudkan tujuan HMI “terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhloi Allah SWT.”

Atas segala perhatian dan dukungan jajaran pengurus dan kader – kader HMI Komisariat Perkapalan Sepuluh Nopember, saya ucapkan terimakasih.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita sekalian dalam menjalankan aktifitas dan tanggung jawabkita sehari - hari. Amin.

Yakin Usaha Sampai (Yakusa) !, Allah Akbar !

Terimakasih,
Billahitaufiq Walhidayah
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.



Surabaya, 28 Robiul Akhir 1429 H
05 Mei 2008 M

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
(HMI) CABANG SURABAYA
KOMISARIAT PERKAPALAN
SEPULUH NOPEMBER



YUWANA GALIH WIBAWA
KETUA UMUM

Senin, 24 Maret 2008

HMI Komosariat Kapal

Hanya ada satu kata HMI Komisariat Kapal Be A Leader